Budaya , Kreatifitas dan inovasi
Pengertian Budaya Organisasi -
Manusia adalah makhluk yang berbudaya, setiap aktifitasnya mencerminkan sistem
kebudayaan yang berintegrasi dengan dirinya, baik cara berpikir, memandang
sebuah permasalahan. Pengambilan keputusan dan lain sebagainya.
Menurut Robbins (1999 : 282)
semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan
standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk
para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu
kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana
berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya
Gibson (1997 : 372)
mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai,
keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat
mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai,
keyakinan dan norma-norma yang dianut
Budaya organisasi memiliki fungsi
yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas
tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Budaya mempunyai suatu peran
menetapkan tapal batas, yang artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas
antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
Budaya membawa suatu rasa
identitas bagi anggota-anggota organisasi.
Budaya mempermudah timbulnya
komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang.
Budaya memantapkan sistem sosial,
yang artinya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan suatu
organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus
dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.
Budaya berfungsi sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para
karyawan.
Secara alami budaya sukar
dipahami, tidak berwujud, implisit dan dianggap biasa saja. Tetapi semua
organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian, pemahaman, dan aturan
implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat kerja. Peran budaya
dalam mempengaruhi perilaku karyawan semakin penting bagi organisasi.
Dengan dilebarkannya rentang
kendali, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya
formalisasi, dan diberdayakannya karyawan oleh organisasi, makna bersama yang
diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua karyawan diarahkan
kearah yang sama. Pada akhirnya budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi.
Ada beberapa tipologi budaya
organisasi. Kotter dan Heskett (1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi
menjadi tiga yaitu budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan
strategik; dan budaya adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat
dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya
organisasi yang kuat ini nilai-nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke
dalam semacam pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer untuk
mengikutinya. Karena akar-akarnya sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang
kuat cenderung tidak banyak berubah walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins
(1990) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat adalah budaya
di mana nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut bersama secara
meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar
komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat pula budaya tersebut.
Sebaliknya organisasi yang berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak
begitu kuat sehingga jatidiri organisasi tidak begitu menonjol dan kemungkinan
besar nilai-nilai yang dianut pun berubah setiap pergantian pimpinan atau
sesuai dengan kebijakan pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara
strategik memiliki perspektif yang menegaskan tidak ada resep umum untuk
menyatakan seperti apa hakikat budaya yang baik itu, hanya apabila “cocok”
dengan konteksnya. Konteks itu dapat berupa kondisi objektif dari
organisasinya, segmen usahanya yang dispesifikasi oleh strategi organisasi atau
strategi bisnisnya sendiri. Konsep kecocokan sangat bermanfaat khususnya dalam
menjelaskan perbedaanperbedaan kinerja jangka pendek dan menengah. Esensi
konsepnya mengatakan bahwa suatu budaya yang seragam tidak akan berfungsi. Oleh
karena itu, beberapa variasi dibutuhkan untuk mencocokan tuntutan-tuntutan
spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran
bahwa organisasi merupakan sistem terbuka dan dinamis yang dapat mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan
yang senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat membaca
kecenderungan-kecenderungan penting dan melakukan penyesuaian secara cepat.
Budaya organisasi adaptif memungkinkan organisasi mampu menghadapi setiap
perubahan yang terjadi tanpa harus berbenturan dengan perubahan itu sendiri.
Selanjutnya, Luthans (1992)
memaparkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
Peraturan-peraturan perilaku yang
harus dipenuhi
Norma-norma
Nilai-nilai yang dominan
Filosofi
Aturan-aturan
Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya organisasi
tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti bahwa
unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis
organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang
menghasilkan produk barang.
Robbins (1990) mengemukakan 10
karakteristik budaya organisasi, yaitu:
Inisiatif individu
Toleransi terhadap risiko
Pengarahan
Integrasi
Dukungan manajemen
Pengawasan
Identitas
Sistem penghargaan
Toleransi terhadap konflik
Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah
seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini
meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota
organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan
tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan
kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko,
menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif,
inovatif dan mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini
berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan
terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat
dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh
keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari
masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik.
Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan
komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam
melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi
peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara
keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota
organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh
loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan
dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan
gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan.
Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong
karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang
terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap
perusahaan.
Daya kreatif merupakan proses
membabitkan jumpaan idea atau konsep baru, atau kaitan baru antara konsep atau
idea sedia ada, didorong oleh proses sama ada sedar atau luar sedar.
Dari sudut pandangan saintifik,
hasil pemikiran kreatif (kadang kala dirujuk sebagai pemikiran mencapah
(divergent thought), biasanya dianggap sebagai memiliki keaslian dan
kesesuaian.
Sungguhpun secara intuitif
fenomena mudah, ia sebenarnya amat rumit. Ia telah dikaji dari segi psikologi
kelakuan, psikologi sosial, psikometrik, sains kognitif, kecerdasan buatan,
falsafah, estetik, sejarah, ekonomi, kajian reka-bentuk, perniagaan, dan pengurusan
antaranya. Kajian-kajian ini meliputi kreativiti harian, kreativiti luar biasa
dan malah kreativiti buatan. Tidak seperti banyak fenomena dalam sains, tidak
terdapat satu perspektif berwibawa tunggal atau takrifan daya kreatif. Dan
tidak seperti unlike banyak fenomena dalam psikologi, tidak terdapat satu
teknik pengukuran terpiawai.
sumber :
http://www.psychologymania.com/2013/01/tipologi-budaya-organisasi.html
http://www.sarjanaku.com/2012/07/pengertian-budaya-organisasi-definisi.html
http://www.psychologymania.com/2012/10/fungsi-budaya-organisasi.html
http://ms.wikipedia.org/wiki/Daya_kreatif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar