Joko Widodo Pemberlakuan Jam Malam Untuk Pelajar
Menyusul kecelakaan yang menewaskan enam orang dan melukai
sembilan orang lain yang melibatkan anak salah satu selebritas Indonesia,
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melempar wacana pemberlakuan “jam malam” untuk
pelajar. Anak selebritas yang masih di bawah umur, sudah pasti tak punya surat
izin mengemudi, pada saat kecelakaan itu melajukan mobil di Tol Jagorawi dari
arah Bogor menuju Jakarta, lepas tengah malam.
Jokowi mengaku tengah mengkaji kemungkinan penerapan jam
malam itu. Namun, dia belum dapat memastikan wacana tersebut dapat diwujudkan
atau tidak. Mengaku wacana aturan itu bertujuan mendisiplinkan anak, Jokowi
juga tak ingin tujuan baik wacananya ketika diterapkan hanya menjadi kekangan
untuk anak.Lalu, bagaimana reaksi para pelajar atas wacana ini? Sudah
pasti tanggapannya beragam. Ada yang spontan setuju, ada juga yang
berkeberatan.
Banu (16), pelajar kelas X SMA di kawasan Bulungan, Jakarta
Selatan, adalah salah satu pelajar yang menyambut baik rencana Jokowi. Dia pun
berharap jam malam segera diberlakukan untuk menekan angka kenakalan remaja
seusianya.
“Biasa, yang senang kelayapan malam-malam memang yang
nakal-nakal,” ujar Banu saat dijumpai Kompas.com di dekat sekolahnya, Kamis
(12/9/2013) petang. Dia berharap pemberlakuan jam malam akan berdampak pula
pada berkurangnya kenakalan di sekolah. “Kalau diterapin, mudah-mudahan mereka
jadi lebih sopan di sekolah.”
Dukungan juga disampaikan Laura (16). Dia berpendapat aturan
jam malam akan membuat pelajar punya kesempatan belajar lebih banyak. Dengan
tak lagi keluyuran pada malam hari, dia berharap teman-teman sebayanya bisa
lebih konsentrasi mengulang materi pelajaran sekolah di rumah.
“Efeknya kalau lagi ulangan ya enggak bakal ada lagi yang
minta-minta jawaban ke yang lain. Semua pasti udah bisa ngerjainnya
sendiri-sendiri,” harap siswi yang telah menggunakan sepeda motor ini.
Soal kendaraannya itu, Laura mengaku belum memiliki SIM C,
izin untuk mengendarai kendaraan roda dua.
Dia berkilah hanya memakai sepeda
motor di luar jam sekolah. Sementara untuk berangkat dan pulang sekolah, dia
lebih sering menggunakan angkutan umum atau diantar-jemput orangtuanya. “Pakai
motor supaya lebih gampang kalau ada kegiatan ekskul saja,” aku dia.
Keberatan
Namun, tak semua pelajar punya pendapat seperti Banu dan
Laura. Masih dari kawasan Bulungan, Kompas.com mendapatkan suara-suara bernada
keberatan dari pelajar yang lain. Bagi mereka, pelajar keluar malam belum tentu
mendapat efek negatif lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang berdiam di
rumah.
Beni (16), pelajar kelas XI sebuah SMA di Bulungan, mengaku
sembari nongkrong bersama teman-temannya, dia sering mendiskusikan materi
pelajaran di sekolah. “Belajar bareng teman-teman di tempat gini (tempat
nongkrong) lebih masuk daripada belajar sendirian di rumah. Kalau dipaksa di
rumah nantinya malah bosan sendiri,” ungkap dia yang mengaku hampir setiap sore
nongkrong bersama teman-temannya di lokasi yang tak jauh dari sekolahnya itu.
Sedangkan Welly (17), rekan Beni, mengatakan selalu meminta
izin orangtuanya sebelum keluyuran pada malam hari. “Pokoknya harus sudah di
rumah jam 00.00 WIB. Kalau tidak, enggak bisa masuk rumah,” kata dia. Meskipun
demikian, Beni punya solusi menumpang di tempat teman ketika sudah melewati
batas waktu “kunci rumah”.
Selain berkeberatan dengan jam malam, Welly yang tak punya
SIM C juga adalah salah satu pelajar yang telah mengendarai sepeda motor dalam
aktivitas hariannya, baik ke sekolah maupun kegiatan lain. Alasan Welly,
rumahnya cukup jauh dari sekolah, yakni di daerah Pondok Labu, Cilandak,
Jakarta Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar